JAKARTA – Saat ini banyak negara yang sudah masuk resesi. Untuk itu sejumlah langkah strategis dilakukan untuk mendorong laju ekonomi.
Menurut Kepala Ekonom DBS Indonesia Dr Masyita Crystallin, kondisi ekonomi Indonesia, diproyeksikan cenderung melambat. Pertumbuhan growth domestik product (GDP) di Indonesia kemungkinan melambat pada paruh kedua 2019 jika dibandingkan dengan paruh pertama 2019.
Sejumlah indikator sektor riil (penjualan semen, pertumbuhan kredit, modal pertumbuhan negatif dan impor bahan mentah) menunjukkan ada kemungkinan lebih besar akan terjadi pelambatan pertumbuhan pada semester kedua 2019.
Sementara itu, dampak dari pelonggaran keuangan, termasuk pemangkasan suku bunga kebijakan sebesar 50 bps pada awal tahun ini, belum sepenuhnya tercermin dalam jumlah uang beredar atau pertumbuhan kredit.
“Kondisi ini dapat memicu pelonggaran moneter dan makroprudensial lebih lanjut hingga 2020,” ujar dalam risetnya, Kamis (26/9/2019).
Dalam pengantarnya, Presiden menyampaikan bahwa berdasarkan informasi-informasi yang diterimanya, dalam kondisi ekonomi global yang melambat, (saat ini) banyak negara sudah negara-negara lain sudah masuk kepada resesi.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo mengingatkan, bahwa pemerintah terus berpacu dengan waktu dan harus bergerak dengan cepat dengan pemangkasan, dengan penyederhanaan dari regulasi-regulasi yang menghambat.
Presiden mengingatkan, dirinya sudah menyampaikan banyak apa yang ingin dilakukan pemerintah, terutama dalam memberikan jaminan dan kepastian hukum bagi kegiatan penanaman modal di Indonesia.
Dalam risetnya, DBS mencatat pertumbuhan Indonesia stabil sebesar 5% di kuartal II-2019, berlawanan dengan tren pertumbuhan yang menurun di wilayah lain. Penggerak utama pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2019 adalah konsumsi, baik negeri maupun swasta. Total konsumsi tumbuh 5,7% (jauh di atas rata-rata lima tahun 4,8%), dengan lembaga swasta dan nirlaba tumbuh 5,2% dan pemerintah 8,2%.
发表回复